Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku ini dekat, (yakni) Aku mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Ku jika mereka berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ ( وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ )
“Sesungguhnya doa adalah ibadah.” Kemudian beliau membaca ayat, “Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan (doa) kalian.” (QS. Ghafir: 60) (HR. Abu Daud no. 1479, At-Tirmizi no. 2969, Ibnu Majah no. 3873, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3407)
Dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ هُوَ الدُّعَاءُ
“Ibadah yang paling utama adalah doa.” (HR. Al-Hakim no. 1805 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1122)
Dari Salman Al-Farisi radhiallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ
“Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebajikan.” (HR. At-Tirmizi no. 3373, Ibnu Majah no. 3872, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2418)
Penjelasan ringkas :
Doa merupakan salah satu dari bentuk-bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala, bahkan dia merupakan ibadah yang paling utama secara mutlak. Hal itu karena tidak ada satu pun ibadah kecuali di dalamnya terkandung doa (permintaan), yakni tidaklah seseorang beribadah kecuali di dalam hatinya dia menginginkan dengan ibadahnya tersebut agar dia mendapat pahala dan masuk surga atau tidak masuk neraka. Tatkala semua ibadah mengandung doa, maka ibadah juga dinamakan sebagai doa tapi doa ibadah.
Sungguh Allah Ta’ala telah berjanji akan mengabulkan semua doa yang ditujukan kepada-Nya dan sebaliknya Dia mengancam semua makhluk yang enggan untuk berdoa kepada-Nya, dan ini menunjukkan rahmat dan kedekatan Allah kepada para hamba-Nya. Adapun bentuk pengabulannya:
Dari Abu Said -radhiallahu anhu- dia berkata bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan satu doa kepada Allah, yang mana doanya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali karenanya Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: Akan disegerakan pengabulan doanya, ataukah akan disimpankan untuknya di akhirat, ataukah akan dihindarkan darinya kejelekan yang semisalnya.” Mereka (para sahabat) berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa,” maka beliau bersabda, “Allah akan lebih banyak lagi memberikan.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad: 3/18. Diriwayatkan oleh At-Tirmizi dari Jabir bin Abdillah no. 3381 dan dari Ubadah bin Ash-Shamit no. 3573, dan keduanya dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/140,181)
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Doa itu bermanfaat untuk musibah yang sudah turun dan musibah yang belum turun, karenanya wahai hamba-hamba Allah hendaknya kalian berdoa.” ( HR. Al-Hakim: 1/493 dan Ahmad: 5/234. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’no. 3402)
Dan para ulama menyebutkan bahwa doa mempunyai 3 keadaan bersama musibah:
1. Doanya lebih kuat daripada musibah, maka dia akan menolak datangnya.
2. Doanya lebih lemah daripada musibah yang datang, maka musibah itu akan menimpa hamba tersebut, akan tetapi doa itu akan memperingan musibah tersebut walaupun doanya lemah.
3. Kekuatan keduanya berimbang sehinga keduanya saling menahan.
[Lihat Al-Jawab Al-Kafi karya Imam Ibnu Al-Qayyim hal. 22,23,24 cet. Daar At-Turats]
Tambahan :
Doa secara bahasa bermakna meminta dan merendah.
Adapun secara istilah, doa adalah permintaan hamba kepada Rabbnya dengan cara merendah. Misalnya dikatakan: دَعَوْتُ اللهَ – أَدْعُو – دُعَاءً (saya telah berdoa kepada Allah – saya akan berdoa – doa) maka maknanya adalah: Saya merendah kepada-Nya dengan meminta dan saya mengharapkan kebaikan yang ada di sisi-Nya. (Al-Mishbah Al-Munir: 1/194)
Doa di dalam syariat ada dua jenis: Doa ibadah dan doa mas`alah. Doa mas`alah mengandung doa ibadah dan doa ibadah melazimkan adanya doa mas`alah. Dan kata ‘doa’ di dalam Al-Qur`an terkadang bermakna doa ibadah, terkadang bermakna doa mas`alah, dan terkadang bermakna keduanya. (Lihat Fath Al-Majid hal. 180)
Berikut uraiannya :
Jenis pertama: Doa ibadah, yaitu meminta pahala dengan menggunakan (baca: bertawassul) amalan-amalan saleh seperti: Pengucapan dua kalimat syahadat dan pengamalan konsekuensi keduanya, shalat, puasa, zakat, haji, menyembelih untuk Allah, dan bernazar untuk-Nya. Barangsiapa yang mengerjakan ibadah-ibadah ini dan ibadah fi’liyah (yang berupa perbuatan) lainnya maka berarti dia telah berdoa dan meminta kepada Rabbnya -dengan keadaannya ketika itu (sedang beribadah)- agar Dia mengampuni dirinya. Kesimpulannya, doa ibadah adalah seorang beribadah kepada Allah untuk meminta pahala-Nya dan karena takut terhadap siksaan-Nya.
Jenis doa (ibadah) ini tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah Ta’ala, dan barangsiapa yang memalingkan sedikit pun darinya kepada selain Allah maka sungguh dia telah kafir dengan kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama. Inilah yang disinyalir dalam firman Allah Ta’ala, “Dan Rabb kalian berfirman: “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)
Jenis kedua: Doa mas`alah atau doa berupa permintaan. Dia adalah permintaan akan sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi orang yang berdoa berupa mendapatkan manfaat dan terhindar dari mudharat, serta meminta sesuatu yang merupakan kebutuhannya. Adapun hukum doa mas`alah, maka terdapat rincian sebagai berikut:
a. Jika doa mas`alah ini berasal dari seorang hamba dan ditujukan kepada yang semisalnya dari para makhluk sementara makhluk tersebut (yang ditujukan permintaan kepadanya, pent.) mampu memenuhi permintaannya, hidup, dan berada di dekatnya maka ini bukanlah kesyirikan. Misalnya kamu berkata kepada seseorang: Berikan saya air minum, atau kamu katakan: Wahai fulan, berikan saya makanan, atau ucapan semacamnya, maka yang seperti ini tidak bermasalah. Karenanya beliau -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ
“Barangsiapa yang meminta perlindungan dengan nama Allah maka lindungilah dia, barangsiapa yang meminta dengan menggunakan nama Allah maka berikanlah permintaannya, barangsiapa yang mengundang kalian maka penuhilah undangannya, dan barangsiapa yang berbuat kebaikan kepadamu maka balaslah dia, tapi jika kalian tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah kebaikan untuknya sampai kalian menyangka kalian sudah membalas kebaikannya.” (HR. Abu Daud no. 1672, An-Nasai: 5/82, dan Ahmad dalam Al-Musnad: 2/68,99)
b. Seseorang berdoa dan meminta kepada makhluk sesuatu yang tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali Allah semata. Maka orang ini musyrik lagi kafir, baik makhluk tempat dia berdoa adalah orang yang masih hidup maupun telah meninggal, baik dia ada maupun tidak berada di dekatnya. Misalnya orang yang berdoa: Wahai tuanku, sembuhkanlah penyakitku, kembalikanlah barangku yang hilang, berikanlah kelapangan-berikanlah kelapangan, berikanlah aku anak. Ini adalah kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am: 17)
Jadi, doa ibadah tidak boleh ditujukan kepada selain Allah secara mutlak. Adapun doa mas`alah, maka dia bisa ditujukan kepada selain Allah dengan 3 syarat: Selain Allah itu hidup, hadir/mendengar permintaannya, dan sanggup untuk memenuhinya. Jika salah satu dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi maka menyerahkan doa mas`alah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Karenanya siapa saja yang beristighatsah kepada selain Allah atau berdoa kepada selain Allah dengan doa ibadah atau mas`alah pada sesuatu yang tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali Allah maka dia adalah orang yang musyrik lagi murtad.
Wallahu a'lam.
Sumber : al-atsariyyah.com/doa-keajaibannya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar