Wongdewek - “Apabila ada dua perkara yang serupa, maka pandanglah yang paling
memberatkan nafsu, lalu ikuti yang paling memberatkan itu. Sebab tidak
ada yang memberatkan nafsu kecuali pasti benar.”
– Syeikh Ibnu Ath-Thaillah As-Sakandari
Manusia seringkali menghadapi dilemma, ketika berhadapan dengan dua
masalah yang sulit untuk diputuskan, karena dua-duanya benar, dua-duanya
wajib, dua-duanya tidak baik, atau dua-duanya boleh dilakukan. Bukan
perkara antara wajib dan haram, antara sunnah dan makruh, antara boleh
dan tidak boleh.
Dalam hal-hal yang serupa ini, perkara mana yang harus anda ambil?
Maka kita akan mengambil keputusan yang paling memberatkan nafsu
kita. Sebab, mengambil hal yang meringankan nafsu kita, jika yang kita
putuskan adalah dua perkara yang nilainya sama, sulit terlepas dari
penympangan. Tetapi, jika kita memutuskan yang memberatkan beban nafsu
kita, kebenaran akan memihak kita.
Dalam perjalanan para penempuh Jalan Ilahi, seringkali dihadapkan
masalah-masalah seperti itu. Kiat paling sederhana dan mapan, adalah
memilih yang bukan pilihan selera nafsu kita. Karena sesuatu yang benar
sekalipun, jika kita berangkat dari niat yang tidak ikhlas, niat
menuruti selera nafsu, praktek kebenaran itu menjadi tidak benar.
Contohnya orang berdakwah itu benar, apalagi yang disampaikan kebenaran.
Namun menjadi tidak benar bila ketika berdakwah dasarnya adalah hawa
nafsu; seperti popularitas, materi, pencarian legitimasi atau
pujian-pujian.
Memilih yang bukan selera nafsu kita, berarti memilih selera Allah
Swt, memprioritaskan Allah Swt, mencari wilayah yang diridhoiNya.
Kata hati paling dalam adalah muatan kebenaran. Maka Rasulullah Saw,
bersabda, “Mintalah fatwa pada hatimu, walau yang lain menfatwaimu,
walau yang lain menfatwaimu, walau yang lain menfatwaimu…”
Kata hati adalah ungkapan sejati, yang bisa menepis selera nafsu kita.
Nah, tanda-tanda kita mengikuti selera nafsu seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary:
“Diantara tanda-tanda mengikuti selera hawa nafsu adalah bergegas
dalam ibadah sunnah, namun malas menegakkan ibadah-ibadah wajib.”
Kebiasaan spiritual yang buruk seseorang tergesa-gesa meraih hal-hal
yang ajaib dibalik ibadah, ingin segera diberi karomah, ingin segera
dibuka hatinya, ingin ditampakan fenomena-fenoma hebat, dan sebagainya.
Semua itu akibat dari nafsu tersembunyi di balik ibadah, khususnya
ketika menjalankan hal-hal sunnah.
Sedangkan ketika menjalankan ibadah wajib, hanya dinilai sebagai
kewajiban yang harus digugurkan, manakala sudah selesai. Atau sekadar
menjalankan kewajiban. Padahal Allah Swt, mewajibkan suatu amal ibadah
tertentu, semata saking agung, mulia dan besarnya nilai ibadah tersebut.
*Sumber : http://www.sufinews.com
*Sumber : http://www.sufinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar